Agama dan Tuhan

27 Mei 2010

Spiritualism

Ringkasan Seminar di Medan oleh Soe Tjen Marching

MUNCULNYA AGAMA dan TUHAN

Beda agama dan kepercayaan terkadang amat minim. Konghucu yang dianggap sebagai kepercayaan, sekarang diakui sebagai agama di Indonesia. Apa yang disebut kepercayaan oleh sekelompok tertentu, adalah agama oleh kelompok lainnya.

Agama atau kepercayaan bisa dilacak sejak ratusan ribu abad yang lalu. Dari jaman Batu pun, para arkeolog telah menemukan bahwa penguburan homo sapiens sekitar 300.000 tahun yang lalu, telah memakai semacam ritual.

Pada masa Paleolitik akhir (sekitar 40.000 – 10.000 tahun yang lalu) sudah ditemukan beberapa patung-patung dan ukiran yang menandakan adanya penyembahan terhadap mahluk ritual. Beberapa benda ini berbentuk kepala singa, atau menyerupai Dewi Venus. Biasanya, kepercayaan mereka menyimbulkan politeisme. Kesederhanaan penggambaran para “Tuhan” mereka ini adalah cermin dari ketakjuban mereka akan alam serta kesederhanaan evolusi manusia saat itu pula. Agama adalah ekspresi dari manusia baik secara kelompok maupun individu.

Agama yang dianggap “primitif” ini, seringkali mempunyai tuhan perempuan, karena mereka menganggap kemampuan untuk mencipta adalah serupa dengan kemampuan perempuan untuk melahirkan manusia baru. Walaupun ditemukan beberapa Dewa atau Tuhan lelaki, tapi Dewi atau Tuhan perempuan jauh lebih banyak daripada yang lelaki.

Menghilangnya Tuhan Perempuan

Jumlah manusia pun bertambah, dan begitu pula kerumitan kebudayaan mereka. Hal ini juga tercermin dalam agama dan kepercayaan mereka. Dengan bertambahnya manusia, mereka juga membentuk suatu kelompok untuk bekerja sama. Tapi kelompok-kelompok ini juga terlibat konflik satu dengan lainnya. Agama kemudian dipakai untuk menjaga stabilitas anggota kelompok ini. Agama kemudian digunakan untuk menciptakan peraturan antara kelompok yang berbeda

Namun, bersamaan dengan adanya sistem kekuasaan, agama juga dijadikan alat untuk:

  • Menegaskan otoritas pemimpin, sehingga manusia yang dipimpin tidak kacau-balau.
  • Hal ini terjadi di Mesir kuno dan Mesopotamia, di mana para pemimpin juga berhak mendapat kesetiaan dari pengikutnya

Karena itulah, konsep monoteisme menjadi menguntungkan bagi kelompok-kelompok ini, karena mendukung konsep kepemimpinan sentral: Ada kekuasaan yang disembah dan ada pengikut yang tidak diperbolehkan mempertanyakan otoritas sang penguasa. Inilah yang menyebabkan politeisme perlahan-lahan diganti oleh Monoteisme – karena para penguasa yang tidak ingin kekuasaan mereka terbagi. Agama sudah tidak lagi menjadi milik rakyat atau masyarakat, tapi sudah dicekoki oleh maksud politik para penguasa.

Sebab itu pula, banyak sekali Raja-Raja dan Kaisar-kaisar yang juga berlaku sebagai utusan Tuhan. Sebagai penguasa manusia, ia juga mendapat titah dari Tuhan untuk berkuasa. Hal ini untuk memperkuat kekuasaan mereka dan mencegah adanya pemberontakan.

Setelah manusia lebih terorganisir dan agama dijadikan alat oleh para penguasa yang kebanyakan lelaki, gender Tuhannya pun berubah. Semakin banyak Tuhan dan Dewa lelaki, sehingga Dewi dan Tuhan perempuan semakin langka, dan bahkan menghilang sama sekali.

Tuhan yang Menjadi Setan

Salah satu Tuhan kuno di daerah Mesopotamia dan Timur Tengah dikenal dengan nama Ba’al. Ba’al sebenarnya adalah nama dari sekelompok Tuhan atau Dewa-Dewi. Penyembahan terhadap Baal tersebar di Mesir, Mesopotamia, Babilonia, Asiria dan bahkan Yunani. Di Yunani, mereka mengenalnya dengan Belos yang diidentikkan dengan Dewa Zeus.

Orang-orang Yahudi juga mengakui adanya Baal, selain Yahweh. Namun, pada abad ke-9 sebelum Masehi, Kerajaan Israel, yang dulunya disatukan di bawah Raja Solomon, terpecah menjadi Kerajaan Israel Utara dan Kerajaan Judah di Selatan. Omri, adalah Raja Israel saat itu. Anaknya, Ahab menikah dengan Jezebel, seorang pendeta Baal. Karena itu, Omri juga memperbolehkan pembangunan kuil-kuil Baal di Israel. Setelah Ahab menjadi raja, ia memasukkan beberapa pendeta Baal ke Israel. Nabi Elijah, yang menyembah Yahweh, memperingatkan supaya Ahab tidak lagi menyembah dewa “asing” ini. Kemudian, Elijah menantang Jezebel dan pendeta-pendeta Baal lainnya, yang kebanyakan juga perempuan.

Kisah di Alkitab adalah: Elijah membakar sesaji untuk Yahweh dan para pengikut Baal berbuat serupa. Namun, Baal gagal mengirim api kepada pengikutnya, sedangkan Yahweh (yang lelaki) mengirim api dari surga untuk membakar sesaji Elijah bahkan api itu tidak padam setelah diguyur air.
Kekalahan Baal ini membuatnya menjadi Tuhan yang sesat, yaitu Iblis atau setan. Dan karena itu juga kata Beelzebub, berasal dari Baalzebub, salah satu Iblis penghuni Neraka.

Jadi:

  • Bila tuhan adalah wujud dari budaya manusia, dan telah ada tuhan-tuhan yang diganti dengan kebudayaan ini, maka mengapa kita terus menerus mempertahankan tuhan yang baku?
  • Bila tuhan kita mendiskriminasi perempuan, LGBT, atau kelompok lain, mengapa kita tidak bisa mengganti tuhan tersebut?
  • Apa yang membuat kita begitu takut?
, , , , , , , , , , , , , , , ,

Komentar ditutup.