Indonesia’s Sketchers

25 Juli 2010

Inspirational, Komunitas

Di abad serba digital ini, merekam peristiwa yang terjadi di depan mata hanya membutuhkan satu klik pada tombol kamera atau telepon seluler kita. Namun, masih banyak orang yang lebih suka merekam peristiwa dengan cara ”primitif”, yaitu menggambarnya di atas kertas.

Itulah yang dilakukan anggota komunitas Indonesia’s Sketchers (IS). Komunitas ini bisa ditemui di Facebook, cukup dengan mencari nama Indonesia’s Sketchers di kolom pencarian.

Di dalam akun Facebook itu akan kita temui ribuan coretan gambar yang merekam hampir semua benda atau momen yang jamak ada di sekitar kita. Mulai dari gerobak penjual makanan kaki lima, barang-barang di dapur sebuah rumah, sepeda motor yang diparkir di rumah orang, sampai kesibukan sebuah stasiun.

Sekilas terlihat seperti coretan anak kecil yang dapat tugas menggambar dari gurunya di sekolah. Namun, saat diperhatikan lebih saksama, gambar-gambar itu seperti memberikan kedalaman tersendiri dibandingkan dengan hasil jepretan kamera digital yang kadang datar dan membosankan itu.

”Saat kita menggambar sebuah obyek atau peristiwa yang ada di depan kita, kita tidak cuma mengambil snapshots seperti dengan kamera. Tetapi, kita harus terlibat dengan lingkungan itu, merasakan atmosfernya, menyerap suasananya. Itulah yang nanti akan dituangkan dalam sketsa,” tutur Cedhar (43), salah satu anggota senior komunitas IS ini di Jakarta, Rabu (21/7).

Sketsa

Komunitas yang baru diresmikan pada Oktober 2009 itu memang mewadahi para pehobi menggambar sketsa. Begitu gemarnya mereka menggambar sketsa, perlengkapan menggambar selalu dibawa ke mana pun mereka pergi. ”Paling standar, ya notes kosong dan pensil atau drawing pen,” ungkap Pandu Lazuardy Patriari (27), aktivis IS lainnya.

Ada juga anggota komunitas yang lebih niat dan serius dengan membawa-bawa cat air portabel, lengkap dengan kuas dan air-nya, ke mana pun ia pergi. ”Kami tidak bisa kehilangan momen di jalan. Jadi, perlengkapan harus selalu dibawa,” timpal Cedhar yang akrab dipanggil Mas Dhar.

Komunitas IS di Jakarta sekarang memiliki sekitar 200-300 anggota terdaftar, dan sudah memiliki beberapa cabang di daerah, yakni di Makassar, Semarang, Malang, dan Bali. ”Kalau sekadar follower di Facebook sih sudah ada 1.500-an orang,” tutur Atit Dwi Indarty (27), yang pertama kali membuat akun IS di Facebook dan memulai komunitas ini.

”Awalnya melihat situs komunitas Urban Sketchers di http://www.urbansketchers.com, lalu kepikiran, mengapa tidak mencoba bikin sendiri di Indonesia. Lalu saya iseng-iseng bikin grup di Facebook. Awalnya anggotanya baru belasan, sampai Mas Dhar masuk, dan anggotanya makin banyak. Saya seneng banget bisa ketemu teman-teman sehobi,” kenang Atit.

Pertemuan di dunia maya itu lalu dikembangkan menjadi kopi darat. Pertemuan langsung pertama komunitas IS digelar di Museum Sejarah Jakarta atau Museum Fatahillah di kawasan Kota Tua, Jakarta. Acara intinya tentu saja membuat sketsa bersama. ”Pertama kali waktu itu yang datang sekitar 40 orang,” kata Atit.

Visual

Sejak itu, acara hunting obyek sketsa bersama ini menjadi kegiatan rutin komunitas IS. Mereka biasanya kumpul- kumpul setiap hari Sabtu karena rata-rata anggota IS adalah para pekerja yang terikat hari kerja dan jam kantor.

”Latar belakangnya macam-macam, ada yang arsitek, ilustrator, desainer interior, profesional IT, dosen, kartunis, sampai ibu rumah tangga dan dokter,” ungkap Donald Saluling (37), seorang desainer freelance.

Tak jarang acara berburu obyek gambar ini sampai ke tempat-tempat yang tak lazim. Pernah beberapa anggota IS nekat pergi ke tempat pembuangan akhir sampah di Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat. ”Di sana kita benar-benar ada di pusatnya, membuat sketsa aktivitas di sana. Panas banget, dan setelah pulang, bau sampahnya nempel sampai sore. Tetapi, habis itu banyak anggota lain yang pengin diajak ke sana karena hasil sketsa dari sana ternyata bagus-bagus,” kata Atit.

Menurut Cedhar, kegiatan membuat sketsa langsung di lokasi inilah yang membedakan IS dengan kelompok gemar menggambar lainnya. ”Karena kami memang bertujuan merekam apa yang ada dan terjadi di sekitar kami, bukan sekadar menggambar imajinasi saja. Jadi, ini membuat semacam visual diary,” tandasnya.

Bakat dan keahlian menggambar pun tidak menjadi masalah untuk bergabung dengan komunitas ini. ”Prinsip kami, jangan takut membuat gambar atau sketsa. Banyak orang merasa gak punya bakat menggambar, lalu meninggalkan keinginan untuk menggambar. Padahal, ini bukan soal bakat. Kita berkumpul di sini memang untuk saling belajar,” tutur Cedhar.

sumber: kompas cetak, gambar dari grup Indonesia’s Sketchers di facebook dan http://www.urbansketchers-indonesia.blogspot.com

, , , , , , , ,

Komentar ditutup.