
dari penulis Damar Shashangka
“Yayi…”
“Aku mendengarkan, Kangmas.”
“Sengaja aku membawamu menjauhi daratan dengan menaiki palwa ini demi untuk satu tujuan belaka, yaitu memberikan pengajaran pamungkas kepadamu. Pengajaran puncak yang aku ketahui dan aku miliki. Yang telah diturunkan langsung oleh Bapa Sayyid Rahmad kepadaku. Sengaja aku memilih untuk menjauhi daratan dengan menaiki palwa karena pengajaran ini sedemikian dirahasiakannya sehingga harus disampaikan di satu tempat terasing yang tidak ada satu orang pun boleh mendengar dan menerimanya terkecuali orang yang memang telah dipilih secara khusus untuk mendengar dan menerimanya. Dirimu Yayi, adalah orang yang pantas mendengar dan menerimanya. Dirimu Yayi adalah orang yang terpilih tersebut. Dan tiada keraguan bagiku untuk menurunkan pengajaran ini kepadamu ketika melihat betapa tekunnya dirimu menjalani berbagai riyadlah yang terhitung berat hingga akhirnya kamu mendapatkan banyak keberhasilan dalam usahamu. Kemantapanku semakin bertambah-tambah ketika mendapatkan ridla dari Bapa Sayyid Rahmad ketika aku memohon ijin hendak menurunkan pengajaran ini kepadamu. Oleh karenanya, Yayi, persiapkanlah bathinmu, semoga derajat kewalian dianugerahkan oleh Hyang Agung kepadamu!”
“Nuwun agunging panuwun, Kangmas. Aku telah sedia menerima pengajaran yang hendak Kangmas berikan.”
“Pengajaran ini berhubungan dengan maqam ke-enam sirrul wahdi. Di mana apabila Yayi telah mampu mencecapnya, maka Yayi akan melihat ketunggalan dalam segalanya. Ketauhidan mutlak. Dan dengan demikian, keberpalingan Yayi terhadap dunia menjadi berimbang karena Yayi akan mampu melihat keberadaan Hyang Agung yang senyatanya menyatu pada berbagai alam, bahkan menyatu dalam dunia yang cemar ini!”
“Kasinggihan…”
“Pengajaran ini sedemikian dirahasiakannya sehingga jangan sampai didengar oleh orang yang tidak memiliki hak atasnya. Bahkan jangan sampai pula didengar secara jelas oleh seluruh makhluk rendah di bawah manusia, bahkan oleh kutu-kutu walang ataga. Oleh karenanya sengaja aku memilih tempat di tengah lautan dengan menaiki palwa agar wejangan ini tersamarkan oleh deru angin yang datang. Sekarang persiapkan dirimu…”
Lelaki yang hendak diwejang memberikan sembahnya sejenak di depan dada.
“Mendekatlah lebih dekat, aku akan mulai memberikan wisikan kepadamu…”
Dan bersamaan dengan deru angin yang mendadak datang, pengajaran rahasia segera diberikan dengan khidmat. Angin seolah mengetahui kehadirannya dibutuhkan pada waku itu. Dibutuhkan demi untuk menyamarkan pemberian pengajaran rahasia agar tidak bisa didengar secara jelas oleh siapa saja, bahkan oleh makhluk halus sekalipun. Dan samudera pun ikut bergejolak. Keadaannya yang semula tenang kini mulai menggeliat. Di sana, di atas palwa, dua orang tengah memusatkan perhatiannya dengan sepenuh-penuhnya. Yang seorang memusatkan perhatian untuk membisikkan wejangan rahasia, dan yang seorang tengah memusatkan perhatian untuk menerima wejangan tersebut.
Waktu berlalu dengan lambat-lambat. Deru angin semakin menggila. Samudera pun bagaikan diombang-ambingkan. Hingga pada puncaknya, keadaan yang tidak bersahabat tersebut mendadak berangsur-angsur mereda bersamaan dengan sosok yang tengah memberikan wejangannya menarik kepalanya ke belakang. Dan keadaan yang sempat menggila tersebut mencapai titik keteduhan ketika sosok yang baru saja diwejang nampak beringsut ke belakang kemudian bersujud mencium kaki dari sosok yang baru saja memberikan wejangan.
“Cukuplah dirimu bersujud. Tidak baik bagi orang muslim bersujud sedemikian rupa kepada sesama manusia walaupun aku tahu tiada kemusyrikan dalam tekadmu itu.”
Dan sosok yang bersujud segera mengangkat kepalanya. Kini dirinya kembali menata sila dengan patut.
“Yayi, ingat-ingat dan waspadakanlah, jangan sampai apa yang baru saja aku wejangkan tadi terucapkan dari bibirmu. Itu semua merupakan sabda larangan. Manakala sampai terucapkan dan terdengar oleh seluruh makhluk, jika mereka tidak memiliki wadah yang mencukupi untuk menerimanya, maka kebingungan dan kegelapan bathin yang bakal ditemui. Jika mereka memiliki wadah yang mencukupi namun tidak menemukan pembimbing yang benar, maka mereka akan menjadi manusia kafir kufur yang sempurna!”
“Nuwun agunging panuwun, Kangmas. Segala pesan Kangmas akan senantiasa Yayi pegang teguh dalam bathin.”
Banyak informasi yang jarang diketahui orang lain tertuang dalam novel Lêmah Abang dua seri ini. Sebagai orang Jawa yang tertarik dengan kearifan Jawa, akan sangat merugi jika Anda tidak ikut memiliki novel Lêmah Abang dua seri ini. Layak dikoleksi dan layak untuk menambah wawasan tentang kearifan Jawa dan Sunda. Novel yang digarap serius, berdasarkan pakem dari berbagai naskah babad dan cerita tutur, dianggit sungguh-sungguh dan tidak main-main.
Silakan yang hendak preorder dengan ketentuan sebagai berikut :
- Tulis Nama
- Tulis Alamat lengkap
- Tulis nomor ponsel.
- Kirim ke sms atau WA 0819837685 atau BBM 5ACE56FB
Dicetak terbatas hanya 500 eksemplar. Pastikan Anda tidak kehabisan. Matur nuwun.
Footnote :
1. Ridla : Perkenanan.
2. Nuwun agunging panuwun : Berhatur terima kasih yang agung.
3. Kasinggihan : Iya – bahasa yang halus dan sopan dalam Jawa.
4. kutu-kutu walang ataga : Hewan-hewan kecil dan liar
5. Wisikan : Pengajaran rahasia dengan cara dibisikkan.
6. Palwa : Perahu.
4 Februari 2018
Books